Wednesday, January 7, 2015

Perlukah bersikap konsisten?

Hari ini, ketika seseorang menanyakan apa yang membuat fisika sangat sulit diajarkan adalah 'kebanyakan siswa tidak mengerti fisika dasar'. Tahukah kamu, satu-satunya rahasia untuk menguasai fisika adalah benar-benar menguasai fisika dasar, Ketika menemukan kelemahan pada pemahaman kamu mengenai hal dasar segeralah mengambil tindakan, Pelajari hal-hal mendasar secara tertib. Pahami benar setiap lubang yang kamu isi dan juga wilayah di sekitarnya. Sudahkah kamu memahami hal dasar? Jika sudah maka pertanyan selanjutnya adalah: 'Apakah guru/dosen ataupun pihak pengases manapun telah melakukan penilaian yang tepat atas kemampuan dirimu ?'
Faktanya adalah setiap keputusan yang diambil si pengases akan mempengaruhi masa depan orang lain yang diasesnya. Berikut pengalaman yang saya alami ketika mengikuti salah satu mata kuliah di semester 3. Sebut saja mata kuliah X. 

Mata kuliah ini terdiri dari empat kali ujian. Kami tidak menyebutnya sebagai UTS dan UAS, melainkan Ujian 01, 02, sampai dengan ujian 04. Kesemua ujian ini memiliki bobot yang sama besar dan akan mempengaruhi nilai akhir sebesar 60%, sementara sisanya akan dipengaruhi oleh nilai tugas. Sangat menyenangkan mengikuti kuliah ini. Selain karena dosennya yang sangat luar biasa cerdas,  juga karena sistem penilaian yang dilakukan beliau sangat transparan. Hal ini sangat membantu mahasiswa mengetahui titik kelemahan yang dimiliki.

Wajarkah protes ketika kita menjadi pihak yang dirugikan? Jawabannya adalah Ya. Karena sebagai siswa kita memiliki hak untuk mengetahui bagaimana hasil penilaian yang dilakukan dan bagaimana kita diases. Bahkan akan sangat fair jika rubrik penilaian diberikan di awal agar setiap orang mengetahui batasan-batasan yang harus dimiliki. 

Pada mata kuliah pengambangan evaluasi pembelajaran menekankan bahwa antara tujuan pembelajaran, aktivitas pembelajaran, hingga asesmen pembelajaran yang dilakukan merupakan proses yang tidak dapat dipisahkan. Dalam proses asesmen itu sendiri, dibutuhkan rubrik penilaian yang jelas dan konsisten sehingga dapat membedakan mana siswa yang memahami pelajaran dan yang tidak.

Cerita ini bermula dari penyerahan lembar jawaban ujian 02 yang telah dikoreksi. Hasil yang diperoleh alhamdulillah cukup memuaskan. Secara rata-rata kelas saya memperoleh nilai bagus. Namun terdapat hal ganjil pada beberapa poin ujian yang dinilai dengan cara yang tidak fair menurut saya. Untuk beberapa poin penilaian misalnya, dimana seorang siswa yang menjawab soal dengan benar dilengkapi dengan gambar dan penjelasan yang tepat diberi poin 8. Sementara pada mahasiswa lain, gambar dan penjelasannya salah juga diberi poin 8. Bahkan ada juga mahasiswa lainnya yang tidak membuat gambar sama sekali dan tanpa memberi penjelasan malah diberi poin 7. Pertanyaannya adalah, proses penilaian sepertia apakah yang dilakukan sehingga tidak dapat membedakan jawaban yang salah dan jawaban yang benar dengan pemberian bobot poin yang sama besar. Akhirnya kita semua bersyukur atas penilaian yang cukup memuaskan pada ujian 02 itu. Bahkan kita amat sangat sadar dengan adanya keganjilan pada sistem penilaian yang dilakukan. 'Gapapalah, kita kan ga  dirugikan. Anggap aja keberuntungan' katanya.
Namun saya tidak sependapat dengan mereka mengenai hal ini. Okelah saat ini kita menjadi pihak yang diuntungkan, bagaimana kalo suatu saat nanti kita menjadi pihak yang dirugikan?. Dan hal yang saya takutkan ini pun akhirnya benar-benar terjadi di ujian selanjutnya.

Pada ujian 03 dan ujian 04 saya mencoba menguji keberuntungan yang saya miliki dengan belajar sealakadarnya, tidak seperti pada ujian-ujian sebelumnya yang penuh persiapan.  Bahkan sehari sebelum ujian 04, saya menempuh lari pagi sejauh 10 kilo di Taman Hutan Raya yang memakan waktu lebih kurang 4 jam. Alhasil badan cape-cape maksimal setelahnya. Hal ini disebabkan karena saya mengamati proses penilaian yang dilakukan sangat tidak akurat karena jawaban yang salah saja dibenerin, jadi kenapa saya harus takut salah sementara jika saya dapat menjawab benar. 

Dua minggu kemudian hasil ujian keluar. Dan saya hanya mendapat nilai kisaran 22% dari skor maksimum. Jleb banget rasanya. Sakit nya tuh disini kalo kata Cita. Sekalinya ga belajar nilai malah terjun bebas. Hancurlah harapan dapet Hair inStyler.hehe.. Yah walaupun dapet nilai rendah, namun saya cukup pede dengan jawaban yang saya berikan. Tapi hasil ujian kok bisa sampe terjun bebas kayagitu. Dengan penuh keberanian, saya menghubungi dosen yang bersangkutan mengenai hasil ujian dan menanyakan apakah saya bisa melihat lembar jawaban ujian saya untuk mengetahui dimana letak kesalahan yang saya perbuat. Dan alhamdulillah beliau menjawab iya.

Keesokan harinya saya menemui beliau. Beliau cukup terbuka untuk protes asalkan disertai dengan argumen yang kuat. Lembar jawaban saya saya terima, lalu saya periksa, Sangat mengejutkan. Saya mendapati ada beberapa jawaban yang tidak diberi nilai. Saya mencoba untuk berpikir logis. Saya bandingkan jawaban saya dengan beberapa jawaban teman. Hal mengejutkan dan mengecewakan saya muncul. Ternyata jawaban teman saya tidak menyertai gambar dan penjelasan yang benar malah diberi poin 9. Sementara punya saya yang menyertakan gambar dan penjelasan sama sekali tidak diberi nilai. Hal ini menjadi tanda tanya besar. Hal yang saya takutkan ternyata benar-benar terjadi. Sistem penilaian kali ini sangat merugikan saya. Saya tanyakan kepada beliau mengapa hal seerti ini dapat terjadi. Ternyata pengoreksian ujian 02, 03, dan 04 ini bukan dilakukan oleh beliau. Melainkan orang lain.

Alhamdulillah beliau menerima protes. Setelah saya menjelaskan hambatan yang saya hadapi, beliau akhirnya merevisi nilai. Dan beberapa teman yang dirugikan lainnya pun juga protes kemudian juga ditindaklanjuti.

Sebuah hal menarik ada di pikiran saya saat ini. Jika kantor polisi merupakan tempat untuk melaporkan segala bentuk kerugian yang dialami, akankan manusia akan melakukan hal yang sama jika mengalami keberuntungan? Seperti halnya uang kembalian jika berbelanja ke supermarket. Jika uang kembalian yang didapat kurang dari semestinya tentu kita akan protes dan meminta hak kita. Namun apakah jika uang kembalian yang kita dapat malah berlebih dari seharusnya, apakah kita akan berbesar hati untuk melaporkan dan mengembalikan?  syukur-syukur si pihak supemarketnya menjawab, 'itu rejeki kamu, Nak'. 

Saya sadar bahwa tidak mudah melakukan proses penilaian yang benar-benar adil dan objektif. Itu mengapa sebaiknya penilaian yang dilakukan harus bersifat transparan. Karena kesempurnaan yang kita buat, belum tetu sempurna dan tepat bagi orang lain. Tapi yang perlu diingat, jangan sampai proses penilaian merugikan pihak lain. Karena setiap orang berhak mendapatkan apa yang pantas mereka peroleh, dan hal ini sebanding dengan usaha yang merka lakukan.

Dan jika kamu sebagai pihak yang diases, dapatkah kamu menjadi pribadi yang jujur dan konsisten terhadap apapun hasil yang keluar. Beranikah kamu mengaku dan melapor salah di saat kamu dianggap benar, sama halnya seperti kamu berani mengaku dan melapor benar di saat kamu dianggap salah? Wassalam.


Shinta Faramita
Bandung, 08 Januari '15
(di tengah gejolak proposal thesis)